SPPG & Koperasi: Dua Tangan Negara Jaga Makan Anak Sekolah

Fidela Almeira

Kadang negara tidak datang dalam bentuk yang megah. Tidak dalam rupa gedung kementerian atau iring-iringan kendaraan. Ia hadir dalam dua tangan yang sederhana tapi kuat: satu yang memasak, satu yang menanam. Di antara keduanya, ada anak sekolah yang sedang belajar, tumbuh, dan bermimpi. Di sanalah letak cerita tentang SPPG dan Koperasi Merah Putih—dua lembaga yang mungkin tak dikenal semua orang, tapi kini memegang peran besar dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).

SPPG, atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi, adalah pelaksana teknis dari program MBG. Mereka yang memastikan makanan sampai ke meja makan sekolah setiap hari. Tapi seperti dapur pada umumnya, mereka tidak bisa masak tanpa bahan. Dan di sinilah koperasi masuk sebagai tangan kedua negara: menyediakan telur, sayur, beras, daging, dari petani dan peternak lokal ke tangan juru masak SPPG.

Hubungan antara SPPG dan koperasi bukan sekadar transaksi jual-beli. Ini kerja sama strategis. SPPG tahu berapa banyak siswa yang harus diberi makan, tahu kandungan gizi apa yang dibutuhkan. Sementara koperasi tahu siapa petani yang sedang panen, siapa peternak yang siap kirim. Kalau hubungan ini lancar, maka yang terbangun bukan sekadar dapur, tapi sistem pangan lokal yang hidup.

Masalahnya, sistem seperti ini butuh ekosistem. Butuh koperasi yang benar-benar berjalan, bukan sekadar plang nama. Butuh SPPG yang bisa membaca data dan mengevaluasi mutu makanan. Butuh pemda yang mau memfasilitasi kontrak antara dua pihak ini tanpa rente di tengah-tengah. Karena begitu ada calo, begitu ada potongan liar, kualitas makanan anak-anak bisa turun, kepercayaan publik bisa hilang.

Itulah mengapa saat pemerintah menargetkan pembentukan 80.000 Koperasi Merah Putih, kita tidak bisa anggap enteng. Koperasi ini bukan sekadar program ekonomi, tapi penopang kesehatan generasi. Ia adalah hulu dari dapur. Ia adalah ladang tempat nutrisi anak-anak ditanam.

Menariknya, pendekatan ini bukan sekadar strategi dalam negeri. Banyak negara maju telah melakukannya sejak lama. Di Jepang, sekolah-sekolah bekerja sama dengan petani sekitar untuk penyediaan makan siang anak-anak. Di Finlandia, dapur sekolah menjadi penggerak ekonomi lokal. Artinya: gizi dan ekonomi bisa tumbuh bersama, asal negara mau menanamkan kepercayaan kepada pelaku-pelaku lokal.

Potret keterlibatan warga akan semakin luas bila MBG dan Koperasi Merah Putih berhasil diwujudkan (Ilustrasi AI)

Indonesia sedang menuju ke sana. Perlahan. Tapi dengan tantangan khas kita: geografis yang luas, kapasitas SDM yang tidak merata, dan budaya birokrasi yang kadang masih terlalu sentralistik. Maka pertanyaannya bukan sekadar bisa atau tidak, tapi siapa yang mengawal dua tangan negara ini agar tidak bergerak sendiri-sendiri.

Di beberapa kabupaten, hasil awal cukup menggembirakan. SPPG mulai aktif melakukan kontrol mutu makanan secara harian. Koperasi mulai menerima pelatihan manajemen rantai pasok. Bahkan ada kabupaten yang sudah membuat sistem digital pemesanan bahan dari koperasi ke dapur sekolah. Ini kecil, tapi revolusioner. Karena dari sinilah lahir kepastian mutu, dan transparansi harga.

Tapi tetap saja, kerja besar ini perlu pendampingan. Jangan sampai koperasi dibajak elite lokal, jangan sampai SPPG dijadikan ladang proyek. Karena keduanya terlalu penting untuk gagal. Kalau salah satu tangan lumpuh, maka program MBG pincang. Kalau keduanya dilepas tanpa arah, maka gizi anak-anak kembali ditentukan oleh vendor besar, bukan oleh petani kecil di seberang sekolah.

Hari ini, mungkin anak-anak belum paham siapa itu SPPG, siapa itu koperasi. Tapi setiap kali mereka makan telur rebus dan sayur bening di jam istirahat, mereka sedang merasakan hasil kerja dua tangan negara. Dua tangan yang, jika dikelola dengan benar, bisa mengubah arah masa depan bangsa ini—dari dapur, dari sawah, dari sekolah.

Dan bukankah itu tujuan utama negara? Hadir tanpa perlu pamer, tapi terasa sampai ke sendok terakhir di piring anak-anak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *