Belajar dari Inggris: Mengapa Intervensi Gizi oleh Pemerintah RI Sangat Diperlukan

Fidela Almeira

Sebuah laporan dari Inggris mengungkap fakta mengejutkan: rata-rata guru menghabiskan sekitar £220 setiap tahun dari dana pribadi untuk memberi makan siswa yang datang ke sekolah dalam keadaan lapar. Bahkan, 36% guru menyatakan menyaksikan kelaparan di kalangan murid setiap hari. Realitas ini menjadi cermin keras bagi banyak negara, termasuk Indonesia, akan pentingnya peran negara dalam menjamin kecukupan gizi anak-anak.

Situasi tersebut menggambarkan bahwa meskipun Inggris adalah negara maju, tantangan ketimpangan akses terhadap makanan bergizi masih nyata. Guru terpaksa menjadi “penolong darurat” karena tidak adanya intervensi sistemik yang cukup. Hal ini patut menjadi pelajaran bagi Indonesia, agar tidak membiarkan ketimpangan gizi anak ditanggulangi oleh inisiatif individu semata.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dirancang oleh pemerintah RI menjadi langkah tepat sebagai bentuk intervensi gizi yang terstruktur. Negara harus mengambil tanggung jawab penuh dalam memastikan bahwa setiap anak, tanpa memandang latar belakang ekonomi, bisa mendapatkan makanan bergizi di sekolah. Ini bukan sekadar tindakan sosial, tapi bagian dari strategi pembangunan jangka panjang.

Gizi yang cukup adalah fondasi bagi kecerdasan, konsentrasi, dan kesehatan anak. Tanpa asupan nutrisi yang memadai, proses belajar menjadi terganggu, risiko penyakit meningkat, dan potensi anak menjadi tidak berkembang optimal. Jika Indonesia ingin mencetak generasi unggul, intervensi gizi tidak bisa ditunda atau dianggap pelengkap.

Ketergantungan pada peran individu, seperti yang terjadi pada guru-guru di Inggris, tidaklah ideal. Guru seharusnya fokus pada pengajaran dan pengembangan karakter siswa, bukan menambal kekosongan peran negara. Di sinilah pentingnya kehadiran negara melalui program seperti MBG sebagai jaring pengaman sosial sekaligus motor edukasi gizi.

Pemerintah Indonesia memiliki momentum strategis untuk tidak hanya menyediakan makanan bergizi gratis, tetapi juga membangun kesadaran gizi sejak usia dini. Program MBG bisa disinergikan dengan kurikulum pendidikan, kampanye nasional tentang pentingnya sarapan sehat, dan pelibatan komunitas lokal dalam penyediaan pangan.

Dalam pelaksanaannya, MBG bisa dirancang tidak hanya sebagai bantuan konsumsi, tetapi juga sebagai motor penggerak ekonomi lokal. Menggandeng petani lokal, koperasi pangan, dan UMKM akan memperluas dampak positif program ini. Anak-anak sehat, masyarakat sejahtera—itulah tujuan ganda dari intervensi gizi yang tepat sasaran.

Kisah guru di Inggris yang merogoh kantong sendiri sejatinya adalah bentuk kasih sayang yang menyentuh, tapi sekaligus sinyal kegagalan sistem. Indonesia tak boleh menunggu situasi serupa terjadi. Negara harus hadir sejak awal, dengan sistem yang kuat, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Dengan pelaksanaan yang transparan, akuntabel, dan melibatkan banyak pihak, MBG bisa menjadi tonggak penting dalam sejarah perlindungan anak di Indonesia. Ini adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam memastikan bahwa tak ada anak Indonesia yang belajar dalam keadaan lapar.

Karena masa depan bangsa tidak bisa dibangun di atas perut yang kosong. Memberi makan anak bangsa dengan makanan bergizi adalah langkah pertama menuju generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya saing global.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *