Menebak-nebak Kandungan Asli Susu Kemasan

Fidela Almeira

Di rak pendingin minimarket, berjajar rapi karton warna-warni bertuliskan “Susu”. Ada yang full cream, cokelat, stroberi, vanila, low fat, high calcium, sampai rasa marie biscuit. Semuanya tampak menggoda. Tapi satu pertanyaan sederhana muncul: sebenarnya, berapa persen dari isi kemasan itu adalah susu asli?

Pertanyaan itu tampak sepele, tapi jawabannya tidak. Kita hidup di zaman ketika “susu” bisa berarti macam-macam hal: susu segar, susu bubuk yang dicairkan, padatan susu, hingga “minuman rasa susu”. Sebagian konsumen percaya bahwa semua susu kemasan pasti berasal dari susu segar, karena toh ditulis “milk” besar-besar di depan. Tapi kenyataannya, tidak semua susu itu setara.

Ambil contoh produk favorit seperti Ultra Milk. Varian Full Cream-nya jelas: 100% susu sapi segar. Kandungan protein per 100 ml-nya sekitar 3,2 gram—ciri khas susu murni yang belum diencerkan. Tapi pindah ke varian rasa cokelat atau stroberi, kandungan proteinnya turun jadi sekitar 2,5–2,8 gram. Artinya apa? Ada penambahan bahan lain—entah air, pemanis, atau bubuk rasa—yang otomatis menurunkan proporsi susunya.

Cimory juga menarik. Produk Fresh Milk-nya nyaris murni: protein 3,2 gram per 100 ml, dan klaim 100% susu segar. Tapi masuk ke varian Blueberry atau Marie Biscuit, angka proteinnya melorot jadi 2,8 atau 2,9 gram. Masih bagus, tapi jelas ada pengenceran. Untuk yang menganggap semua varian “sama sehatnya”, ini bisa mengejutkan.

Frisian Flag sedikit lebih kompleks. Mereka menggabungkan susu segar, susu bubuk, dan whey. Di varian Full Cream, kandungan susu bisa mencapai 95–100% tergantung batch. Tapi pada rasa-rasa seperti Swiss Chocolate dan Sweet Delight, proporsinya bisa turun hingga 85–90%. Kandungan protein ikut menurun, sekaligus naiknya gula.

Greenfields sejauh ini masih bersih. Semua variannya, termasuk Low Fat dan Vanilla Chamomile, menunjukkan kandungan protein stabil di kisaran 3,0–3,2 gram. Ini indikasi kuat bahwa susu segar tetap jadi bahan utama mereka, bahkan saat ada rasa tambahan.

Indomilk? Ini yang agak mengejutkan. Meski punya citra kuat sebagai susu keluarga Indonesia, kandungan susu segarnya hanya sekitar 70% untuk beberapa varian. Sisanya datang dari air dan bahan tambahan seperti susu bubuk, pemanis, atau perisa. Varian anak-anaknya pun tak beda jauh. Jadi, kalau Anda menyamakan antara susu Indomilk Full Cream dengan segelas susu yang diperah langsung dari sapi? Tidak begitu sepadan.

Kita belum bicara Milo, Milku, atau Dancow UHT yang sering hanya mengandung 8–10% padatan susu. Sisanya adalah air, malt, cokelat, atau bahan rekayasa rasa. Ini bukan “susu” dalam arti sebenarnya, tapi minuman berbasis susu.

Apa dampaknya? Secara nutrisi, jelas berbeda. Semakin rendah kandungan susu asli, semakin banyak pemanis, air, dan aditif yang mengisi ruang. Bagi anak-anak yang tubuhnya sedang tumbuh, atau lansia yang butuh asupan kalsium tinggi, ini bukan kabar baik. Kita beli “susu”, tapi yang kita minum kadang hanya sisa dari susu.

Yang bikin menarik, tidak ada keharusan regulasi di Indonesia untuk menuliskan “berapa persen susu segar” yang dipakai di kemasan. Label cukup mencantumkan “komposisi: susu, air, gula, bubuk cokelat…” dan seterusnya. Tapi urutannya bisa menipu. Bahkan istilah “padatan susu” tak berarti susu segar. Padatan itu bisa datang dari whey, kasein, atau skim bubuk.

Maka, menebak-nebak kandungan susu di balik kemasan menjadi semacam ujian kecil buat konsumen. Anda harus lihai membaca label, jeli melihat angka protein, dan jangan cepat puas hanya karena warna kemasannya cerah dan anak Anda suka rasanya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *