Fidela Almeira
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hadir sebagai inisiatif pemerintah untuk memastikan setiap siswa di wilayah perbatasan, terutama di Kabupaten dan Kota Jayapura, mendapatkan asupan gizi yang memadai. Meski data jumlah siswa dan kebutuhan logistik telah dikumpulkan sejak awal tahun 2025, hingga Mei 2025 banyak sekolah masih menantikan kepastian jadwal distribusi dan pelaksanaan program. Berbagai tantangan—mulai dari koordinasi antar–lembaga, kesiapan dapur pengolahan, hingga kepercayaan masyarakat terhadap keterlibatan aparat militer—menjadi sorotan utama sebelum program ini benar‑benar berjalan optimal.
Sejak Januari 2025, tim pendataan telah mengunjungi puluhan sekolah dasar dan menengah di Distrik Abepura, Sentani, dan Mosso untuk mencatat jumlah siswa dan kondisi fasilitas dapur sekolah. SDN Mosso, misalnya, telah melaporkan 1.200 siswa beserta kebutuhan harian mereka atas bahan pokok seperti beras, sayur lokal, dan lauk hewani. Semua data tersebut kemudian diserahkan kepada Badan Gizi Nasional (BGN) bersama Dinas Pendidikan Kota Jayapura untuk proses verifikasi. Sayangnya, hingga pertengahan Mei, banyak sekolah belum menerima arahan lebih lanjut mengenai jadwal distribusi MBG karena finalisasi SOP dapur sehat dan kontrak pasokan bahan baku tenaga lokal masih berlangsung.
Pelaksanaan MBG menuntut sinergi yang erat antara BGN, Dinas Pendidikan, aparat TNI/Polri setempat, serta pemerintah desa. Kepala Dinas Pendidikan Kota Jayapura menyatakan bahwa tim verifikasi BGN belum sepenuhnya dapat turun lapangan mengingat padatnya agenda kegiatan di daerah. Sementara itu, Kodim 1802/Sorong—yang dipercayakan menyiapkan dapur operasional—harus menyesuaikan protokol militer dengan prosedur sipil, yang memakan waktu lebih lama dari perkiraan awal.
Kepercayaan masyarakat juga menjadi faktor penentu keberhasilan MBG. Awalnya, sebagian orang tua ragu mengizinkan anaknya menerima makanan yang dikelola oleh aparat TNI karena khawatir kesan militer dapat menimbulkan intimidasi. Untuk meredam kekhawatiran tersebut, komite sekolah dan relawan menggelar sosialisasi intensif, menjelaskan bahwa peran TNI hanya pada pengelolaan dapur dan distribusi logistik, tanpa campur tangan dalam kegiatan belajar‑mengajar. Setelah uji coba awal menampilkan menu bergizi—seperti nasi, ayam bumbu teriyaki, tempe goreng, sayur lokal, dan buah potong—antusiasme siswa dan orang tua mulai meningkat.
Dapur operasional MBG di Kota Jayapura dipersiapkan dengan standar kesehatan pangan: ruang penyimpanan dingin, area cuci terpisah, dan jalur distribusi higienis. Dua lokasi dapur utama di Distrik Abepura dan Sentani diharapkan mampu memproduksi 3.000–5.000 porsi harian. Pemerintah kota berkomitmen menggunakan bahan baku lokal—ubi keladi, jagung pipil, bayam merah, dan ayam kampung—untuk memperkuat ekonomi desa dan menekan biaya logistik.
Pada akhir Februari 2025, uji coba MBG melibatkan sekitar 17.500 siswa di lima distrik, termasuk Sentani Utara dan Muara Tami. Hasil awal menunjukkan peningkatan kehadiran siswa sebesar 15–20%, karena insentif makan siang gratis dirasakan langsung manfaatnya. Rencana peluncuran resmi dijadwalkan pada 17 Maret 2025 di empat SD Negeri Distrik Abepura, bertepatan dengan peresmian dapur kedua oleh Wali Kota Jayapura. Namun, beberapa sekolah masih menanti kepastian karena penyesuaian akhir terkait jumlah tenaga dapur dan jadwal pasokan.

Tanggapan siswa selama uji coba sangat positif. Video dokumentasi hari kedua pelaksanaan MBG memperlihatkan antrian panjang di “kantin darurat” dengan senyum lebar mereka menerima porsi bergizi. Guru‑guru melaporkan konsentrasi belajar meningkat, terutama dalam pelajaran yang menuntut daya ingat tinggi seperti matematika dan sains. Orang tua juga mengapresiasi, karena beban biaya jajan anak di sekolah menjadi lebih ringan.
Di tengah antusiasme tersebut, tantangan konektivitas di wilayah perbatasan belum sepenuhnya teratasi. Aplikasi pelaporan stok dan konsumsi yang semula dirancang real‑time kini terpaksa menggunakan sinkronisasi offline setiap malam melalui jaringan satelit mini atau titik Wi‑Fi lokal. Petugas dapur mencatat manual jumlah porsi dan bahan baku terpakai, kemudian memperbarui data pusat keesokan harinya.
Agar MBG dapat berkelanjutan, sejumlah rekomendasi perlu diimplementasikan. Pertama, pelibatan komite sekolah dan orang tua secara aktif membantu perbaikan menu dan jadwal distribusi. Kedua, pengembangan sumber daya manusia lokal—melalui pelatihan tenaga dapur desa—membangun kemandirian operasional. Ketiga, diversifikasi menu sesuai musim dan ketersediaan bahan lokal agar siswa tidak bosan. Keempat, transparansi data melalui infografik sederhana di papan pengumuman sekolah meningkatkan akuntabilitas penggunaan anggaran MBG.
Sekolah‑sekolah perbatasan di Jayapura dan Keerom kini menantikan momen di mana program MBG benar‑benar menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian belajar mereka. Dengan dukungan penuh pemerintah daerah, aparat desa, guru, dan orang tua, MBG diharapkan tidak hanya sekadar jatah makan siang gratis, melainkan investasi jangka panjang dalam mencetak generasi sehat, cerdas, dan berdaya saing di kawasan perbatasan.